kadang hidup terus berjalan kayak biasa, bangun pagi, kerja, ngobrol, bercanda, tapi kadang ada ruang kosong di dalam diri. you wake up do your routines, talk to people but deep down, you feel a bit lost. bukan karena kurang usaha, tapi seperti ada bagian dari diri yang hilang, bagian yang bahkan kamu sendiri engga tahu hilangnya sejak kapan.

ayo kita nyelem jauh ke dalam, bukan sekedar mengingat masa lalu, tapi menyentuh inti dari jiwa yang diem diem menyimpan luka. luka masa kecil, luka karena diabaikan, luka karena waktu kecil kita belum tahu cara berkata kalau kita butuh dimengerti, dan perlahan, kita diajak bukan hanya memahami kenapa kita merasa hilang, tapi juga bagaimana caranya pulang ke diri sendiri.

trauma itu bukan cuma tentang peristiwa besar seperti kekerasan, kehilangan. tetapi sometimes the most painful trauma is when our emotional needs were ignored. its the absence of being seen. waktu kamu sedih dan gak ngasih ruangan itu ke diri kamu sendiri, bukan hanya perasaan kamu yang ditekan, tapi kamu juga belajar bahwa ekspresi diri itu salah. dan disitulah trauma tumbuh, bukan dari kejadian, tapi dari pengabaian terhadap siapa kita sebenernya.

kita banyak kehilangan koneksi sama diri sendiri, dan sekarang saat semuanya hening, luka itu kembali minta diakui. kita sering terlalu keras sama diri sendiri, kenapa sih kita begini, kenapa kita gak bisa berubah. tapi, penyembuhan justru dimulai saat kita berhenti menghakimi dan mulai bertanya, sebenernya apa sih yang lagi kita lindungin?

semua itu bukan kelemahan, its survival. dulu kita ngelakuin untuk bertahan, sekarang kita bisa milih untuk sembuh dengan compassionate awarness. pulang ke diri sendiri, kehilangan arah dalam hidup bukan akhir segalanya. itu sinyal kalo ada bagian dari dirimu yang mau ditemuin lagi. bukan buat diubah, tapi buat dipeluk. its about coming home to the parts of you yang dulu pernah kamu tinggalkan demi bertahan hidup until im not lost anymore, im home.